Rabu, 09 Februari 2011
nukleotida
DNA
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å[1]. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida[2].
Struktur untai komplementer DNA menunjukkan pasangan basa (adenin dengan timin dan guanin dengan sitosin) yang membentuk DNA beruntai ganda.
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
RNA
Asam ribonukleat (bahasa Inggris:ribonucleic acid, RNA) senyawa yang merupakan bahan genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central dogma) genetika molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.
Struktur dasar RNA mirip dengan DNA. RNA merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat, satu gugus gula ribosa, dan satu gugus basa nitrogen (basa N). Polimer tersusun dari ikatan berselang-seling antara gugus fosfat dari satu nukleotida dengan gugus gula ribosa dari nukleotida yang lain.
Perbedaan RNA dengan DNA terletak pada satu gugus hidroksil tambahan pada cincin gula ribosa (sehingga dinamakan ribosa). Basa nitrogen pada RNA sama dengan DNA, kecuali basa timin pada DNA diganti dengan urasil pada RNA. Jadi tetap ada empat pilihan: adenin, guanin, sitosin, atau urasil untuk suatu nukleotida.
Selain itu, bentuk konformasi RNA tidak berupa pilin ganda sebagaimana DNA, tetapi bervariasi sesuai dengan tipe dan fungsinya.
RNA hadir di alam dalam berbagai macam/tipe. Sebagai bahan genetik, RNA berwujud sepasang pita (Inggris double-stranded RNA, dsRNA). Genetika molekular klasik mengajarkan adanya tiga tipe RNA yang terlibat dalam proses sintesis protein:
- RNA-kurir (bahasa Inggris: messenger-RNA, mRNA),
- RNA-ribosom (bahasa Inggris: ribosomal-RNA, rRNA),
- RNA-transfer (bahasa Inggris: transfer-RNA, tRNA).
Pada sekelompok virus (misalnya bakteriofag), RNA merupakan bahan genetik. Ia berfungsi sebagai penyimpan informasi genetik, sebagaimana DNA pada organisme hidup lain. Ketika virus ini menyerang sel hidup, RNA yang dibawanya masuk ke sitoplasma sel korban, yang kemudian ditranslasi oleh sel inang untuk menghasilkan virus-virus baru.
Namun demikian, peran penting RNA terletak pada fungsinya sebagai perantara antara DNA dan protein dalam proses ekspresi genetik karena ini berlaku untuk semua organisme hidup. Dalam peran ini, RNA diproduksi sebagai salinan kode urutan basa nitrogen DNA dalam proses transkripsi. Kode urutan basa ini tersusun dalam bentuk 'triplet', tiga urutan basa N, yang dikenal dengan nama kodon. Setiap kodon berelasi dengan satu asam amino (atau kode untuk berhenti), monomer yang menyusun protein. Lihat ekspresi genetik untuk keterangan lebih lanjut.
Penelitian mutakhir atas fungsi RNA menunjukkan bukti yang mendukung atas teori 'dunia RNA', yang menyatakan bahwa pada awal proses evolusi, RNA merupakan bahan genetik universal sebelum organisme hidup memakai DNA.
GEN
Gen adalah bahan genetik yang terkait dengan sifat tertentu. Sebagai bahan genetik tentu saja gen diwariskan dari satu individu ke individu lainnya. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang dinamakan alel. Ekspresi dari alel dapat serupa, tetapi orang lebih sering menggunakan istilah alel untuk ekspresi gen yang secara fenotipik berbeda.
Gregor Mendel telah berasumsi tentang adanya suatu bahan yang terkait dengan suatu sifat atau karakter yang dapat diwariskan. Ia menyebutnya 'faktor'. Pada 1910, Thomas Hunt Morgan menunjukkan bahwa gen terletak di kromosom. Selanjutnya, terjadi 'perlombaan' seru untuk menemukan substansi yang merupakan gen. Banyak penghargaan Nobel yang kemudian jatuh pada peneliti yang terlibat dalam subjek ini.
Pada saat itu DNA sudah ditemukan dan diketahui hanya berada pada kromosom (1869), tetapi orang belum menyadari bahwa DNA terkait dengan gen. Melalui penelitian Oswald Avery terhadap bakteri Pneumococcus (1943), serta Alfred Hershey dan Martha Chase (publikasi 1953) dengan virus bakteriofag T2, barulah orang mengetahui bahwa DNA adalah bahan genetik.
Saat ini orang mengetahui bahwa gen merupakan seberkas fragmen dari DNA yang dapat diekspresikan sesuai dengan keperluan.
GEN adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom.
Gen bersifat antara lain :
- Sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom.
- Mengandung informasi genetika.
- Dapat menduplikasikan diri pada peristiwa pembelahan sel.
Gen bersifat antara lain :
- Sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom.
- Mengandung informasi genetika.
- Dapat menduplikasikan diri pada peristiwa pembelahan sel.
PLASMID
A plasmid is an extra-chromosomal DNA molecule separate from the chromosomal DNA which is capable of replicating independently of the chromosomal DNA. In many cases, it is circular and double-stranded. Plasmids usually occur naturally in bacteria, but are sometimes found in eukaryotic organisms (e.g., the 2-micrometre-ring in Saccharomyces cerevisiae).
Plasmid size varies from 1 to over 200 kilobase pairs (kbp). The number of identical plasmids within a single cell can range anywhere from one to even thousands under some circumstances. Plasmids can be considered to be part of the mobilome, since they are often associated with conjugation, a mechanism of horizontal gene transfer.
The term plasmid was first introduced by the American molecular biologist Joshua Lederberg in 1952.
Plasmids are considered transferable genetic elements, or “replicons”, capable of autonomous replication within a suitable host. Plasmids can be found in all three major kingdoms, Archea, Bacteria and Eukaryote. Similar to viruses, plasmids are not considered a form of “life” as it is currently defined. Unlike viruses, plasmids are “naked” DNA and do not encode genes necessary to encase the genetic material for transfer to a new host. Plasmid host-to-host transfer requires direct, mechanical transfer by “conjugation” or changes in host gene expression allowing the intentional uptake of the genetic element by “transformation”. Microbial transformation with plasmid DNA is neither parasitic nor symbiotic in nature, since each implies the presence of an independent species living in a commensal or detrimental state with the host organism. Rather, plasmids provide a mechanism for horizontal gene transfer within a population of microbes and typically provide a selective advantage under a given environmental state. Plasmids may carry genes that provide resistance to naturally occurring antibiotics in a competitive environmental niche, or alternatively the proteins produced may act as toxins under similar circumstances. Plasmids also can provide bacteria with an ability to fix elemental nitrogen or to degrade calcitrant organic compounds which provide
Plasmid size varies from 1 to over 200 kilobase pairs (kbp). The number of identical plasmids within a single cell can range anywhere from one to even thousands under some circumstances. Plasmids can be considered to be part of the mobilome, since they are often associated with conjugation, a mechanism of horizontal gene transfer.
The term plasmid was first introduced by the American molecular biologist Joshua Lederberg in 1952.
Plasmids are considered transferable genetic elements, or “replicons”, capable of autonomous replication within a suitable host. Plasmids can be found in all three major kingdoms, Archea, Bacteria and Eukaryote. Similar to viruses, plasmids are not considered a form of “life” as it is currently defined. Unlike viruses, plasmids are “naked” DNA and do not encode genes necessary to encase the genetic material for transfer to a new host. Plasmid host-to-host transfer requires direct, mechanical transfer by “conjugation” or changes in host gene expression allowing the intentional uptake of the genetic element by “transformation”. Microbial transformation with plasmid DNA is neither parasitic nor symbiotic in nature, since each implies the presence of an independent species living in a commensal or detrimental state with the host organism. Rather, plasmids provide a mechanism for horizontal gene transfer within a population of microbes and typically provide a selective advantage under a given environmental state. Plasmids may carry genes that provide resistance to naturally occurring antibiotics in a competitive environmental niche, or alternatively the proteins produced may act as toxins under similar circumstances. Plasmids also can provide bacteria with an ability to fix elemental nitrogen or to degrade calcitrant organic compounds which provide
KROMOSOM
Kromosom adalah suatu struktur makromolekul yang berisi DNA di mana informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal dari kata khroma yang berarti warna dan soma yang berarti badan Kromosom terdiri atas dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang merupakan pusat kromosom berbentuk bulat dan lengan kromosom yang mengandung kromonema & gen berjumlah dua buah (sepasang).
Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah KHAS bagi makhluk hidup.
mikrobia tanah yang baik
MIKROBIA PENAMBAT NITROGEN
Agrobacterium Tipe Asosiasi | Contoh Genera prokariotik | |
| Aerobic | Azotobacter, Beijerinckia, Derxia, Xanthobacter, Rhizobium |
Organotrof | Facultatif Aerob | Bacillus, Klebsiella, Azospirillum, Thiobacillus, |
| Anaerob | Clostridium, Desulfobria, Desulfotomaculum |
| Direkayasa secara genetis | Salmonella, Escherichia, Serratia |
| Cyanobacteria | Nostoc, Trichodesmium, Anabaena, Gloeothece |
Fototrof hidup bebas | Purple non-sulfur bacteria | Rhodopseudomonas, Rhodopsprillum |
| Purple and green sulfur bacteria | Chromatium,Chlorobium, Thiocapsa |
Organotrof | Rhizosfer | Azospirillum, Azotobacter, Bacillus |
| Phyllosfer | Klebsiella, Beijerinkia |
| Legume | Rhizobium |
Nonnodule nodule | Nonlegume | Rhizobium |
| Nonlegume, Actinomycetes | Frankia Nostoc |
| Nonlegume, Gunnera | |
| Lichens | Nostoc, Stignonema, Calothrix |
| Liverworts | Nostoc |
| Mosses | Halosiphon |
Fototrof asosiatif | Gymnoperms (Cycas) | Nostoc |
| Water ferns (Azolla) | Anabaena |
| Endocynoses (Oosystis) | Nostoc |
MIKROBIA PELARUT SULFUR
Thiobacillus thiooxidans
Thiobacillus ferrooxidans
Desulfovibrio desulfuricans
Desulfovibrio vulgaris
Desulfomonas pigra
MIKROBIA PELARUT PHOSPATE
Pseudomonas striata, P. diminuta, P. fluorescens,
P. cerevisia, P. aeruginosa, P. putida, P. denitrificans, P. rathonis, Bacillus
Polymyx , B.laevolacticus, B. megatherium, Thiobacillus sp., Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Escherichia freundii,
Cunninghamella, Brevibacterium spp., Serrati spp., Alcaligenes spp.,
VAM : Glomus, Gigaspora, dan Acauluspora
Jamur : Achromobacter spp., dan Thiobacillus sp, Aspergillus niger, A. awamori, P. digitatum, P. bilaji, Fusarium, Sclerotium, Aspergillus niger
MIKROBIA PENGHASIL FITOHORMON
Rhizobium, Streptomyces griseoviridis, Azospirillum, Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas putida, Azotobacter
MIKROBIA PENDEKOMPOSISI LIGNIN
Amanita marmorata ssp myrtacearum
Cortinarius clelandii
Laccaria fraternal
Suillus salmonicolor
Amanita muscaria
Ramaria fragilima
Pycnoporous sanguineus
Ganoderma applanatum
Hydnellum peckii
MIKROBIA PENDEKOMPOSISI SELULOSA
Eubacterium, Serratia, Citrobacter, Klebsiella, Bacillus, Paenibacillus, Streptomyces, Pseudomonas, Acinetobacter, Ochrobactrum, Acetivibrio cellulolyticus, Bacteroides cellulosolvens, Ruminococcus albus, Cellulomonas fimi, Pseudomonas fluorescens subsp. Cellulosa, Microbispora bispora, Thermomonospora fusca, Trichoderma reesei
Fusarium solani, Aspergillus niger, Penicillium funicolsum, and Cellulomonas sp. Clostridium thermocellum and Clostridium thermosaccharolyticum
MIKROBIA PENDEKOMPOSISI KALIUM
Bakteri : Bacillus dan Pseudomonas)
Jamur : Aspergillus, Mucor dan Penicillium, Clostridium pasteurianum & Aspergillus niger
Senin, 07 Februari 2011
EVAPOTRANSPIRANSI DAN AIR DALAM TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah yang akan digunakan untuk lahan pertanian perlu mendapatkan perhatian yang seksama agar pertaanaman yang diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan optimal. Salah satu yang menjadi faktor utama untuk pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan tanah akan air. Air sangat penting bagi tanaman dibutuhkan untuk menunjang proses dekomposisi senyawa – senyawa organik yang berguna dalam penyediaan unsur – unsur hara bagi tanaman.
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotrans pirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu.
Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu "laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air". Empat metode yang dapat digunakan adalah Blaney-Criddle, Radiasi, Penman dan Evaporasi Panci, dimodifikasi untuk menghitung ETo dengna menggunakan data iklim harian selama periode 10 atau 30 hari.
Evapotranspirasi tanaman referensi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan hal ini dapat diperhitungkan dengan menggunakan beberapa metode. Untuk memperhitungkan pengaruh karakjteristik tanaman terhadap kebutuhan airnya, maka koefisien tanaman (kc) merupakan konstante yang menghubungkan ETo dengan ET-tanaman (evapotranspirasi tanaman). Nilai kc ini berhubungan dengan evapotranspirasi tanaman bebas penyakit yang tumbuh di lapangan luas pada kondisi lengas tanah yang optimum dan kesuburan tanah yang baik dan mencapai potensi produksinya secara penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. ET-tanaman dapat diperoleh dengan rumus:
ET-tanaman = kc . ETo
Nilai kc ternyata dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, saat tanam, dan fase-fase pertumbuhan tanaman, serta kondisi iklim secara umum. Besarnya variasi di antara kelompok utama tanaman terutama adalah karena resistensi terhadap transpirasi tanaman, seperti stomata yang tertutup selama siang hari (seperti pada nanas) dan daun yang berlilin (pada jeruk). Demikian juga perbedaan tinggi tanaman, kekasaran tajuk, refleksi dan groundcover meng hasilkan variasi ET-tanaman. Pada kondisi evaporatif tinggi, misalnya cuaca panas, angin kencang dan lembab nisbi udara yang rendah, nilai- nilai ETo hingga 12-14 mm/hari dan nilai-pnilai ET-tanaman 15- 17 mm/hari menyati realistis, terutama untuk lahan sempit di daerah arid yang sangat dipengaruhi oleh kondisi angin kering.
BAB II
PEMBAHASAN
Evaporasi merupakan proses fisis perubahan cairan menjadi uap, hal ini terjadi apabila air cair berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaan-permukaan yang basah. Suatu tajuk hutan yang lebat menaungi permukaan di bawahnya dari pengaruh radiasi matahari dan angin yang secara drastis akan mengurangi evaporasi pada tingkat yang lebih rendah. Transpirasi pada dasarnya merupakan salah satu proses evaporasi yang dikendalikan oleh proses fotosintesis pada permukaan daun (tajuk). Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeorologi
Evapotranspirasi adalah jumlah dari beberapa unsur seperti terlihat dalam persamaan matematik dibawah ini.
ET = T + It + Es + Eo
Keterangan :
T : Transpirasi
It : Intersepsi total
Es : Evaporasi dari tanah, batuan dan jenis permukaan lainnya
Eo : Evaporasi permukaan air terbuka seperti sungai, danau dan waduk
Untuk tegakan hutan Eo dan Es biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi diabaikan maka ET = Es.
Evaporasi tanah (Es) adalah penguapan air langsung dari tanah mineral. Nilai Es kecil dibawah tegakan hutan karena serasah dan tumbuhan menghalangi radiasi matahari mencapai permukaan tanah mineral hutan dan mencegah gerakan udara di atasnya. Es bertambah besar dengan makin berkurangnya tumbuhan dan jenis penutup tanah lainnya.
Melalui proses transpirasi, vegetasi mengendalikan suhu agar sesuai dengan yang diperlukan tanaman untuk hidup. Pada tingkat yang paling praktis, perhitungan pemakaian air oleh vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk memilih jenis tanaman (pertanian) yang dapat tumbuh dengan baik di bawah kondisi curah hujan yang tidak menentu. Perhitungan keperluan air irigasi untuk suatu tanaman juga didasarkan pada besarnya evaportanspirasi vegetasi yang akan ditanam.
Faktor-faktor utama yang berpengaruh adalah (Ward dalam Seyhan, 1977) :
- Faktor-faktor meteorologi
- Radiasi Matahari
- Suhu udara dan permukaan
- Kelembaban
- Angin
- Tekanan Barometer
- Faktor-faktor Geografi
- Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain)
- Jeluk tubuh air
- Ukuran dan bentuk permukaan air
- Faktor-faktor lainnya
- Kandungan lengas tanah
- Karakteristik kapiler tanah
- Jeluk muka air tanah
- Warna tanah
- Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi
- Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain)
Dalam factor – factor yang menentukan besar kecilnya evapotranspirasi, keadaan hidrologi tanah sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya air yang akan hilang baik melalui evaporasi maupun evapotranspirasi. Bagian hidrologi tanah tersebut antara lain adalah air dalam tanah (soil water). Air dalam tanah merupakan air yang berada dalam zona drainase, atau air yang berhubungan langsung dengan tanaman. Air dalam tanah dibagi menjadi air gravitasi, air kapiler, air higroskopis. Besar kecilnya ketersediaan air dalam tanah tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti struktur dan tekstur. Struktur yang baik menyediakan agregat-agregat tanh yang mampu menahan air dengan kuat, sehingga air dalam tanah akan dapat secara efisien dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu, pengelolaan tanah dalam hal ini sangat diperlukan.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, maka evapotranspirasi perlu dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara AET lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Uraian tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap evapotranspirasi akan lebih ditekankan pada pengaruh faktor- faktor tersebut pada PET.
Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi PET adalah radiasi panas matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin, dan secara umum besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban, dan kecepatan angin bertambah besar.
Pengaruh radiasi panas matahari terhadap PET adalah melalui proses fotosíntesis. Dalam mengatur hidupnya tanaman memerlukan sirkulasi air melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari bawah (perakaran) ke atas (daun) dipercepat dengan meningkatnya jumlah radiasi panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan.
Pengaruh suhu terhadap PET dapat dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama waktu radiasi matahari. Namun demikian perlu dikemukakan bahwa suhu yang akan mempengaruhi PET adalah suhu daun dan bukan suhu udara disekitar daun.
Pengaruh angin terhadap PET adalah melalui mekanisme dipindahkannya uap air yang keluar dari pori-pori daun. Semakin besar kecepatan angin, semakin besar pula laja evapotranspirasi yang dapat terjadi. Dibandingkan dengan pengaruh radiasi panas matahari, pengaruh angin terhadap laju ET adalah lebih kecil.
Terbukanya stomata daun juga dianggap sebagai faktor dominan untuk berlangsungnya ET. Ketika stomata daun terbuka, laju transpirasi ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya evaporasi, demikian seterusnya sampai stomata daun setengah tertutup. Pada keadaan ini tampak bahwa pengaruh fisiologi tanaman terhadap ET adalah dominan. Namur demikian proses terbuka dan tertutupnya stomata ditentukan oleh faktor iklim terutama lama waktu penyinaran (suhu udara). Suhu udara dapat mempengaruhi kecepatan membuka dan menutupnya stomata. Sementara kelembaban disekitarnya membantu memperpanjang lama waktu stomata tersebut terbuka. Hal inilah yang menyebabkan proses ET terjadi terutama pada siang hari dan berkurang secara drastis pada malam hari.
Kelembaban tanah juga mempunyai peran untuk mempengaruhi terjadinya evapotranspirasi. Evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang bersangkutan sedang tidak kekurangan suplai air. Dengan kata lain evapotranspirasi potensial berlangsung ketika kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity
Pengukuran Evapotranspirasi
1. Panci Evaporasi
Teknik pengukuran ET paling sederhana adalah dengan menggunakan Panci untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotranspirasi. Cara perhitungan ini memerlukan statu angka koefisien yang harus dievaluasi tingkat ketepatannya.
PET = CeEp
Keterangan :
Ce = angka koefisien panci
Ep = evaporasi panci (mm/hari)
Standar panci yang umum digunakan adalah Panci Evaporasi klas A dengan ukuran diameter 122 cm dan kedalaman 25 cm. Dalam pemakaiannya kedalaman air dipertahankan antara 18 hingga 20 cm dan pengukuran dilakukan secara luas untuk memprakirakan besarnya evaporasi danau atau badan air lainnya dengan angka koefisien (Ce) ditentukan antara 0,50 hingga 0,80. Angka koefisien panci tahunan rata-rata yang biasa digunakan adalah 0,70 hingga 0,75, terutama untuk tempat-tempat yang Belum pernah digunakan sebagai tempat percobaan.
2. Alat ukur lynsimeter
Teknik pengukuran dengan lynsimeter nampak merupakan cara yang ideal karena semua unsur telah terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian dengan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi di lapangan.
Teknik lynsimeter lebih cocok diterapkan pada tanaman pertanian ditempat-tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik ini kelembaban tanah harus diusahakan sama antara keadaan didalam dan diluir alat lynsimeter. Apabila kelembaban tanah terus dijaga dalam keadaan basah maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah evapotranspirasi potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembaban tanah didalam alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi pada tanah sekelilingnya. Ada dua tipe alat linsimeter yaitu tipe drainase dan tipe timbang.
Neraca air dalam tipe drainase diasumsikan sbb :
Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase
Air masukan dan air drainase diukur besarnya. Lama waktu pengukuran tergantung pada tingkat atau frekuensi kebasahan, ukuran alat, dan laju gerakan air dalam tanah. Hasil yang diperoleh dengan teknik ini adalah PET karena kelembaban tanah di dalam alat diatur.
BAB III
PENUTUP
Evaporasi merupakan proses fisis perubahan cairan menjadi uap, hal ini terjadi apabila air cair berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaan-permukaan yang basah
Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, yaitu evapotranspirasi perlu dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara AET lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Uraian tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap evapotranspirasi akan lebih ditekankan pada pengaruh faktor- faktor tersebut pada PET.
Dalam factor – factor yang menentukan besar kecilnya evapotranspirasi, keadaan hidrologi tanah sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya air yang akan hilang baik melalui evaporasi maupun evapotranspirasi. Bagian hidrologi tanah tersebut antara lain adalah air dalam tanah (soil water). Air dalam tanah merupakan air yang berada dalam zona drainase, atau air yang berhubungan langsung dengan tanaman. Air dalam tanah dibagi menjadi air gravitasi, air kapiler, air higroskopis. Besar kecilnya ketersediaan air dalam tanah tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti struktur dan tekstur. Struktur yang baik menyediakan agregat-agregat tanh yang mampu menahan air dengan kuat, sehingga air dalam tanah akan dapat secara efisien dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu, pengelolaan tanah dalam hal ini sangat diperlukan
Langganan:
Postingan (Atom)