Kamis, 27 Januari 2011

PEMANFAATAN TERNAK RUMINANSIA DI LAHAN KERING SEBAGAI UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN



Disusun Oleh :
Gigih Himawan
H0206049



PROGRAM STUDI/ JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009


ABSTRACT

Dryland is commonly be in highland and it is a catchment area that flow to lower place, through land surface (river) and soil water mechanisms. So, dryland can be defined as a highland used to farming area that depend on rain water as its irrigation. It usually low quality, so it can be considered to micro nutrient deficiency. The central concept of dryland treatment is how to make a deeply root environtmen system, water holding abbility and soil aeration.
A good dryland treatment can prevent and reduce the environtmen damage and as a damage control  to support the sustainable agriculture and to support animal husbandry labor. Functionally, animal husbandry beneficial in kompos production and as input source and protein source to farmer

Key words : Dry land, Lahan kering, land treatmen, sustainable agriculture, animal husbandry.


RINGKASAN
Lahan kering umumnya terdapat di dataran tinggi dan merupakan daerah penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan kedataran rendah, baik melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui jaringan bumi air tanah. Jadi lahan kering didefinisikan sebagai dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih banyak menguntungkan diri pada curah hujan. Lahan kering biasanya kualitasnya rendah, sehingga dapat dipastikan bahwa akan terjadi defisiensi unsur hara mikro. Azas pengolahan lahan kering adalah menciptakan lingkungan perakaran yang dalam, mempertahankan kemampuan tanah menyimpan air dan mengedarkan udara.
Jika Pengolahan lahan kering tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestariannya akan membawa manfaat yang besar untuk mendukung usaha pertanian yang berkelanjutan dan juga dapat mendukung usaha peternakan.Ternak berfungsi ganda dalam pola usahatani terpadu yaitu sebagai penghasil pupuk kandang disamping sebagai sumber pendapatan dan protein bagi petani

Kata Kunci : Lahan kering, pengolahan lahan, pertanian berkelanjutan, peternakan


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian lahan kering secara spesifik sangatlah berragam berupa padanan kata seperti : dryland, upland ataupun unirrigated land. Pengertian lahan keing di Indonesia sama dengan unirigated land, yaitu lahan yang tidak memiliki fasilitas irigasi. Akan tetapi pengertian lahan yang tidak berririgasi ini tidak mengucilkan pengusahaan lahan dengan sistem tadah hujan (Notohadiprawiro, 2006).
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan - lahan kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan - lahan kering.
Dalam prakteknya, sejumlah lahan kering yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia dimanfaatkan sebagai daerah permukiman, daerah industri dan diusahakan sebagai lahan pertanian (berupa ladang dan kebun). Masalahnya, seiring perkembangan jumlah penduduk, kawasan permukiman mulai menempati urutan pertama dalam penempatan lahan kering, sehingga budidaya pertanian yang diusahakan pada lahan kering semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena banyaknya anggapan masyarakat bahwa kesulitan pengelolaan lahan kering menjadikan hal utama dalam kasus ini. Kesulitan pengolahan ini dapat berupa kurang suburnya lahan kering sehingga memerlukan upaya pengolahan yang lebih tinggi, keperluan pupuk yang lebih banyak dan kendala ekonomi.
Pada dasarnya, lahan kering di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam membantu memajukan pembangunan pertanian yang berkelanjutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan lahan kering dapat diwujudkan dalam praktek usaha tani berupa penanaman tanaman pangan seperti padi gogo, tanaman palawija, tanaman jagung, dan ubi kayu. Salah satu potensi pengelolaan lahan kering sebagai wujud partisipasi dalam mendukung pertanian yang berkelanjutan yaitu pengelolaan lahan kering yang dapat dikombinasikan dengan usaha lain sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih dari segi ekonomi, efektifitas, serta tetap terjaganya ekosistem dengan pola pertanian berbasis ramah lingkungan.
Salah satu alternatif yang ditawarkan dalam tulisan ini yaitu kombinasi pemanfaatan lahan kering dengan peternakan ruminansia. Dengan kombinasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani, pengurangan penggunaan pupuk kimia, efisiensi pengolahan lahan dan ramah lingkungan.

B. Perumusan Masalah
Dalam pengembangan usaha tani pada lahan kering, maka kita akan dihadapkan dengan berbagai kendala. Kendala – kendala tesebut antara lain kesuburan kimia yang rendah memerlukan asupan hara yang lebih. Selain itu, sifat fisik tanah lahan kering yang kurang subur menciptakan tingkat pengolahan tanah yang  lebih tinggi serta keperluan pengairan yang cukup. Oleh karena itu, rumusan masalah yang dapat timbul dalam tulisan ini antara lain :
  1. Bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah secara kimia dan fisika pada lahan kering?
  2. Langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam pengolahan tanah lahan kering?
  3. Keuntungan apa saja yang dapat diperoleh dari usaha tani pada lahan kering yang dikombinasikan dengan usaha ternak ruminansia?

C. Tujuan Penulisan
a.  Mengetahui usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah secara fisik dan kimia pada lahan kering.
b.  Mengetahui langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam pengolahan lahan kering.
c.  Mengetahui manfaat yang lebih dari segi ekonomi, efektifitas, serta tetap terjaganya ekosistem dengan pola pertanian berbasis ramah lingkungan dengan perwujudan usaha pengolahan lahan kering yang dikombinasikan dengan usaha ternak ruminansia.

D. Manfaat Penulisan
Meningkatkan kesejahteraan petani dan mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan yang diwujudkan melalui pemanfaatan lahan kering yang dikombinasikan dengan usaha ternak ruminansia.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosioekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-bahan input maksimum, pemeliharaan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi tanaman, dan penggunaan dasar-dasar biologi pada pelaksanaan pertanian (Drommond et. al, 2001).
Salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan adalah input minimal (low input) secara khusus ditulis oleh Franklin H. King dalam bukunya Farmers of Forty Centuries. King membandingkan penggunaan input minimal dan pendekatan berkelanjutan pada pertanian daratan Timur (oriental) dengan apa yang dia lihat sebagai kesalahan metoda yang digunakan petani Amerika. Gagasan King adalah bahwa sistem pertanian memiliki kapasitas internal yang besar untuk melakukan regenerasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya internal (Anonim, 2001).
Pertanian sendiri harus menyusun strategi yang dapat menjamin kehadirannya secara mantap sebagai salah satu eksponen pembangunan nasional yang tangguh tanpa lewat jalan konfrontasi. Strategi tersebut berjurus dua. Jurus pertama ialah meningkatkan efisiensi usahatani dan penggunaan sumberdaya lahan bawahan, sehingga dapat tetap berdaya produksi baik meskipun luas lahan berkurang. Jurus kedua ialah berkubu di lahan-lahan atasan dan yang kurang atau yang tidak diminati pihak lain, seperti rawa pasang surut di lahan bawahan. Pertanian harus mampu menciptakan sendiri prospek yang cerah bagi pengusahaan lahan-lahan piasan (marginal), inkonvesional dan yang tidak menarik menarik bagi pihak lain, termasuk bagi pengusahaan lahan kering.
Secara teoritis, lahan kering di Indonesia dibedakan dalam dua kategori, yaitu :
(i) Lahan kering beriklim kering, banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, dan (ii) Lahan kering beriklim basah, banyak ditemui di kawasan barat Indonesia. Cukup banyak tipologi wilayah pengembangan lahan kering yang terdapat di dua kategori tersebut. Namun wilayah pengembangan lahan kering yang dominan di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan potensi dan dominasi vegetasinya (Bamualim, 2004)
Pendayagunaan lahan atau tanah memerlukan pengelolaan yang tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestarian sumber daya alam tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada sistem lingkungan tanah, usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan pendayagunaan tanah yang optimum ( Soerianegara, 1977 ).
Dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan yaitu dengan pemanfaatan lahan kering yang berbasis ramah lingkungan dan berdaya guna tinggi. Untuk menciptakan prospek cerah, khusus bagi pengusahaan lahan kering, diperlukan teknologi sepadan (apprioritas), baik bagi lingkungan biofisik maupun bagi lingkungan sosial ekonomi.Teknologi ini berasaskan LISA (Low Input Sustainabla Agriculture) yang terjabarkan menjadi tiga rakitan teknik pokok, yaitu:
1.   Memadu kemampuan alamiah sistem tanah-tanaman-atmosfer dalam mengkonversikan unsur-unsur lingkungan menjadi produk berguna bagi manusia. 
2.   Adaptasi tanaman dan ternak pada lingkungan hidup setempat lewat seleksi, peuliaan konvensional atau rekayasa genetik.
3.   Membangun kelembagaan yang mendukung rasionalitas usahatani, pemberian nilai tambah pada hasil nilai pertanian, dan pelancaran pemasaran hasil usahatani ( Notohadiprawiro, 2006).
Menurut guru besar (emeritus) Fakultas Pertanian IPB, AM Satari, lahan kering potensial untuk dikembangkan menjadi sawah tadah hujan, lahan untuk jagung, kedelai, singkong, gandum, dan peternakan. Pertanian di lahan kering harus dilakukan dengan memadukan pertanian dan peternakan, serta mengutamakan pemakaian pupuk organik dari kotoran ternak agar tingkat kesuburan lahan terjaga (Kompas, 2008).
Ternak berfungsi ganda dalam pola usahatani terpadu yaitu sebagai penghasil pupuk kandang disamping sebagai sumber pendapatan dan protein bagi petani. Fungsi ternak ruminansia sebagai sumber pupuk organik terutama sangat menonjol pada sistem usahatani tanah kering/ tegalan untuk tanaman palawija dan tanaman tahunan. Penggunaan pupuk kandang untuk tanah kering/tegalan adalah praktis dan ekonomis, karena pupuk ini dapat memperbaiki tanah fisik, menggiatkan mikroorganisme untuk mengikat partikel-partikel tanah, meningkatkan jumlah air yang digunakan tanaman dan memberikan pertumbuhan akar tanaman lebih baik (Saleh, 2004).


BAB III
METODE PENULISAN

A. Metode Dasar
      Metode yang digunakan sebagai dasar penulisan karya tulis ini adalah deskriptif melaui pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber.
B. Teknik Pengumpulan Data
      Teknik pengumpulan data dalam penulisan karya tulis ini adalah pencarian sumber data yang berasal dari buku paparan materi, dan browsing internet.
C. Jenis Data
      Jenis data pada karya tulis ini merupakan data sekunder yang berasal dari buku paparan materi, serta artikel dan jurnal ilmiah dari internet.
D. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan karya tulis ini dilakukan dengan cara :
1.      Pengumpulan data yang berasal dari buku paparan materi dan browsing internet berupa artikel dan jurnal ilmiah
2.      Penyeleksian sumber data
3.      Penentuan kesimpulan sementara





BAB IV
PEMBAHASAN

Lahan kering umumnya terdapat didataran tinggi (daerah pegunungan) yang ditandai dengan topografinya yang bergelombang dan merupakan daerah penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan kedataran rendah, baik melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui jaringan bumi air tanah. Jadi lahan kering didefinisikan sebagai dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih banyak menguntungkan diri pada curah hujan.
Menurut Soewardi (1985) bahwa lahan kering biasanya kualitasnya rendah dan sebagian besar terdiri dari tanah podsolik merah kuning, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadi defisiensi unsur-unsur jarang (unsur mikro). Biasanya pada tanah podsolik merah kuning kandungan bahan organik di horison A kurang dari 10 persen dan kandungan unsur hara N, P, K dan Ca biasanya rendah, reaksi tanah sangat masam hingga masam (Ph 3,5 - 5,0). Permeabilitas sedang hingga agak lambat, daya menahan air kurang dan peka terhadap erosi. Produktivitas tanah ini
rendah sampai sedang.
Jika Pengolahan lahan kering tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestariannya akan membawa manfaat yang besar untuk mendukung usaha pertanian dan juga dapat mendukung usaha peternakan.

A. Pengolahan Pertanian Lahan Kering
Azas pengolahan lahan kering adalah menciptakan lingkungan perakaran yang dalam, mempertahankan kemampuan tanah menyimpan air dan mengedarkan udara. Tindakan terakhir adalah memperkaya tanah dengan zat hara tersedia untuk akar (Go Ban Hong, 1976). Lingkungan perakaran yang dalam mensyaratkan pembuangan kelebihan air melalui rembesan dalam dan melalui aliran permukaan untuk memantapkan zarah-zarah (hara) tanah. Humus sebagai salah satu hasil perombakan zat organik membentuk zarah majemuk dan mantap.
B. Pemanfaatan Ternak Ruminansia
Ternak berfungsi ganda dalam pola usahatani terpadu yaitu sebagai penghasil pupuk kandang disamping sebagai sumber pendapatan dan protein bagi petani. Fungsi ternak ruminansia sebagai sumber pupuk organik terutama sangat menonjol pada sistem usahatani tanah kering/ tegalan untuk tanaman palawija dan tanaman tahunan. Penggunaan pupuk kandang untuk tanah kering/tegalan adalah praktis dan ekonomis, karena pupuk ini dapat memperbaiki tanah fisik, menggiatkan mikroorganisme untuk mengikat partikel-partikel tanah, meningkatkan jumlah air yang digunakan tanaman dan memberikan pertumbuhan akar tanaman lebih baik. Disamping itu pupuk kandang mempunyai pengaruh susulan yang lama didalam tanah.
Produksi kotoran ternak dari setiap jenis ternak ruminansia berbeda menurut jenis ternaknya, umur dan berat badan. Sapi perah dewasa yang berat badannya 500kg dapat menghasilkan 5 ton per tahun pupuk kandang dan sapi potong menghasilkan 8,5 ton pertahun. Di Indonesia seekor sapi dewasa dapat menghasilkan kotoran padat segar (feses) rata-rata 7,5 ton per tahun atau 5 ton kotoran padat busuk pertahun yang mengandung kira-kira 15 kg N, 15 kg P2O5 dan 20 kg K2O. Sedangkan kerbau dewasa dapat memproduksi kotoran padat segar rata-rata 10 ton per tahun atau 6,5 ton pertahun kotoran padat busuk yang mengandung kira-kira 20 kg N, 20 kg P2O5 dan 27 kg K2O (Sosrosoedirdjo et al , 1976).
Komposisi zat hara pupuk kandang sangat bervariasi tergantung kepada cara pengolahannya. Di Indonesia pada umumnya kandungan hara pupuk kandang rendahnya yaitu 0,3 persen N, 0,3 persen P2O5 dan 0,4 persen K2O dari bahan kering. Hal ini disebabkan karena cara penyimpanan dan pengolahannya kurang baik, kualitas pakan yang diberikan kepada ternak rendah, pupuk kandang banyak bercampur dengan abu, dan daun-daun dan sampah dapur, biji-bijian semak dan akar-akar tumbuhan (Sosrosoedirdjo et al , 1976). Pada umumnya pemakaian pupuk kandang pada tanaman setahun dengan sistem rotasi menunjukkan produksi yang meningkatkan. Hal ini terbukti dari percobaan yang menggunakan pupuk kandang secara interval selama beberapa tahun pada tanaman sorghum, ketela rambat, jewawut, kapas, wijen dan kacang tanah. Pada umumnya hasilnya meningkat, hasil yang tertinggi adalah sorghum kemudian ketela rambat dan jewawut dan yang paling rendah adalah kapas, wijen dan kacangtanah (Winar, 1978). Efek langsung dari tanah dapat terlihat bila menggunakan pupuk kandang dalam jumlah besar karena dapat memenuhi kebutuhan hara P tanah bagi tanaman jagung, ketela pohon, ketela rambat, sayuran, kentang, pisang, tanaman buah-buahan, kelapa dan sebagainya. Pengaruh susulan yang lama dari pupuk kandang terutama lebih menonjol pada rotasi tanaman setahun. Perbedaan antara pupuk kandang dengan pupuk NPK (buatan) adalah pupuk kandang lebih banyak mensuplai hara mikro dari pada yang tersedia dalam tanaman, sedangkan pupuk NPK (buatan) hanya sedikit saja mensuplai hara mikro untuk tanaman.
Fungsi lain dari ternak ruminansia selain sebagai sumber pupuk adalah sebagai tenaga kerja, sumber bangunan, fungsi sosial. Tetapi dalam makalah ini fungsi-fungsi yang lain tersebut tidak dibahas secara rinci, karena makalah ini menyoroti bagaimana pemanfatan lahan kering ditinjau dari aspek kesuburannya untuk peternakan ruminansia dan usahatani terpadu.
C. Sistem Produksi Peternakan
Sistem produksi peternakan ruminansia dalam kaitannya dengan lingkungan sumberdaya alam (lahan) untuk pengembangan peternakan dibagi dalam dua bentuk : 1) sistem setengah terbuka dan 2) sistem terbuka. Pada bentuk yang pertama, sistem usaha tani setengah terbuka terhadap pasar, dalam arti sebagianbesar produk dijual kepasar sedang sebagian input terutama pakan dan bibit berasal dari sistem usaha tani tersebut. Pada bentuk yang kedua sistem usaha tani sepenuhnya terbuka terhadap pasar dalam arti sebagian besar produk dijual kepasar, demikian pula sebagian besar produk input diperoleh dari pasar. Untuk sistem produksi sistem setengah terbuka maka peranan hijauan pakan setempat sangat menentukan, berarti peranan lahan setempat juga sangat vital.
Masalah sekarang adalah bagaimana mengembangkan sumber pakan yang mampu efektif sebagai pencakar tanah dan air, namun murah dan mudah. Teknologi yang dianggap memenuhi persyaratan tersebut adalah pengembangan hijauan pakan peperduan dan pepohonan terutama lamtoro dan kaliandra, sedangkan jenis rumput yang dapat diandalkan adalah jenis rumput asli yang untuk tahap permulaan dapat dimulai dengan baris alang-alang. Dalam perkembangan berikutnya karena pengaruh naungan dan pemupukan dengan pupuk kandang maka akan berkembang Axonopus compressus dan Paspalum dilatatum. Sejak dari tahap alang-alang sampai berkembangnya jenis graminal baru, maka dapat dilakukan pertanaman campuran dengan kacang-kacangan (Soewardi , 1985).
Pada sistem produksi terbuka, maka input pakan akan mempunyai arti khusus dalam kaitan ternak-pakan-lahan. Makin terbuka sistem usahatani maka makin tergantung ternak akan pakan dari luar, tetapi sebaliknya makin tidak terikat lahan setempat. Dengan perkataan lain pengaruh lahan baik luas maupun kualitas menjadi kurang nyata.
D. Peruntukan Lahan Kering
Menurut Soewardi (1985) bahwa cara-cara yang tepat untuk menggunakan lahan kering secara operasional akan lebih berarti kalau peruntukan lahan dikelompokkan sebagai berikut: 1) lahan kering tanaman pangan, 2) lahan kering tanaman perkebunan, 3) padang rumput dan 4) lahan hutan.
D. 1. Lahan Kering Tanaman Pangan
Pada lahan kering tanaman pangan maka tanaman pangan yang umum berupa palawija (karena padi terutama ditanam disawah), prioritas kedua adalah tanaman holtikultura, dengan demikian hijauan pakan untuk ternak berasal dari limbah pertanian tanaman palawija, gulma, peperduan dan pepohonan. Peperduan yang penting adalah merry gold, lantana camara, kaliandra dan lamtoro, sedangkan pepohonan yang potensial adalah albizia, nangka, mindi dan sebagainya. Hijauan unggul ditanam dibibir teras, lereng teras dan dibatas-batas tanah, juga tebing-tebing dan selokan-selokan serta pinggir-pinggir jalan. Dilahan semacam ini peternakan adalah bagian integral sistem usahatani dengan klimaks berupa sistem ”agroforestry”. Ternak sangat berfungsi sebagai sumber pupuk kandang sedangkan pemanfaatan sebagai ternak kerja menduduki tempat kedua.
Pada lahan kering tanaman pangan terutama didaerah pegunungan dengan tanaman sayur-mayur iklim sedang, maka dapat dikembangkan “ley sistem” yaitu pergiliran penanaman sayuran dengan rerumputan ternyata menguntungkan dipandang dari siklus hara maupun pengendalian hama penyakit tanaman. Namun demikian cara semacam ini lebih layak kalau ternak yang dikembangkan adalah sapiperah.


D. 2. Lahan Kering Tanaman Perkebunan
Pada lahan kering tanaman perkebunan terutama pada lahan perkebunan rakyat masih dimungkinkan ternak ruminansia karena cara berkebun yang kurang intensif maka masih dimungkinkan untuk mengarit gulma sebagian pakan. Disamping itu perkebunan rakyat membutuhkan pupuk kandang untuk tanaman perkebunan. Pemeliharaan ternak dibawah pohon kelapa yang lebih dikenal dengan “coco beef” memberi banyak harapan tetapi sudah pasti terjadi “trade off” antara kepentingan perkebunan dengan kepentingan peternakan.
Pada lahan perkebunan besar, maka pengambilan hijauan pakan yang berupa “cover crops” akan sangat dibatasi karena tujuan penanaman “cover crops” adalah untuk penutupan tanah yang terus menerus sehingga tidak terjadi erosi untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah. Kalaupun kehilangan hara yang terjadi karena pemanenan “cover crops” dapat diimbangi dengan pemupukan. Satu-satunya cara yang sudah pasti dalam pengembangan hijauan pakan adalah penanaman hijauan pakan dibatas-batas lahan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar.
Luas perkebunan baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar sangat luas di Indonesia. Macam tanamannya bervariasi antara lain kelapa, kelapa sawit dan karet. Limbah industri tanaman perkebunan ini dalam bentuk bungkil dapat digunakan sebagai konsentrat untuk ruminansia yaitu sebagai sumber energi dan protein yang murah. Pemanfaatan bungkil ini (limbah industri perkebunan) relatif lebih mudah karena limbah yang ada sudah berkonsentrasi sehingga pengumpulannya tidak merupakan masalah. Keuntungan lain adalah: 1) pencemaran lingkungan karena limbah tersebut dapat diatasi, 2) perluasan kesempatan kerja melalui pemilikan ternak dan 3) penghematan devisa
D. 3. Padang Rumput
Yang dimaksud dengan padang rumput disini adalah padang rumput alam. Sumber pakan ternak terutama berupa rumput alam tersebut. Perbaikan biasanya dengan penanaman lamtoro yang populer dengan nama “lamtoronisasi”. Pembuatan dam-dam pengendali akan memungkinkan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura tetapi bukan dalam kawasan yang luas. Meskipun demikian sudah ada kemungkinan peningkatan pakan berupa limbah pertanian. Dampak utama dari pembangunan dan pengendali maka akan berkembang dua macam usaha produksi peternakan yaitu sistem ekstensif (pengembalaan) dan sistem intensif (penggemukan).
Menurut Soewardi (1985) menyatakan bahwa dipandang dari kepentingan yang lebih luas dan dalam jangka panjang maka penggunaan lahan alang-alang lebih menguntungkan dibandingkan dengan lahan pasang surut dan lahan hutan. Dipandang dari daya dukung sumberdaya pakan hijauan maka pada tahap-tahap awal lahan alang-alang adalah yang paling potensial dan dapat dikembangkan lebih cepat dan lebih murah menjadi sumber hijauan pakan. Oleh karena itu usaha pokok peternakan seyogyanya diletakkan dilahan alang-alang terutama kalau ternak ruminansia dipilih sebagai usaha pokok.
D. 4. Lahan Hutan
Tergantung pada status kawasan hutan apakah hutan lindung, hutan produksi atau hutan konservasi, maka dukungan pakan dapat bervariasi dari rendah sekali sampai potensial. Satu-satunya cara adalah penyediaan daerah penyangga berupa penentuan tanaman suatu luasan tertentu sepanjang tepi hutan untuk penanaman hijauan pakan yang secara hidro-orologis dapat dipertanggung jawabkan. Pada lahan hutan produksi kesempatan lahan lebih terbuka untuk pengembangan hijauan pakan yaitu :1) pada periode-periode permulaan, 2) sebagai usaha diversifikasi kehutanan untuk menghasilkan hijauan pakan kualitas unggul (lamtoro, kaliandra, albizia) secara komersial, 3) pengembangan hijauan pakan ditepi-tepi hutan, baik berupa daerah penyangga maupun sekedar sebagai pasar hidup. Pad hutan konversi, maka terbentuk konversinya apakah untuk lahan kering tanaman pangan, lahan kering perkebunan atau kebun rumput, maka cara pemeliharaan ternak dapat disesuaikan dengan peruntukan lahan tersebut.
E. Potensi Sumber Daya Alam
Menurut Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan (1985), pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada proposisi bahwa :a) lahan adalah sumber pakan untuk ternak, b) semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan, c) pemanfaatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan sistem produksi pertanian, d) hubungan antara lahan dan peternakan bersifat dinamis. Selanjutnya dikatakan, bahwa pemanfaatan lahan tersebut bukan sekedar cocok, tetapi juga diperhitungkan resiko erosi dan longsor.
Dewasa ini masalah lahan untuk peternakan menjadi isu nasional yang cukup menarik perhatian. Dengan lajunya peningkatan jumlah penduduk, maka terjadi persaingan yang ketat dalam penggunaan lahan, terutama sebagai pemukiman dan untuk penanaman tanaman pangan yang langsung untuk konsumsi. Akibatnya ialah tiada tanah yang tersisa bagi kepentingan peternakan, apalagi yang bersifat spesialitis seperti khusus untuk produksi daging atau susu yang pengusahanya komersial (Atmadilaga, 1976). Disatu pihak ketersediaan lahan untuk usaha peternakan semakin sempit, cukup besar (Mulyadi, Sabrani dan Panjaitan ,1981).
Pada dasarnya sumber daya lahan ditiap-tiap wiulayah mempunyai potensi dan faktor-faktor pembatas yang berbeda, antara lain topografi, jenis tanah, iklim, dan keadaan sumber air. Selanjutnya dikatakan, bahwa informasi mikro dan makro sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya. Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat penting terutama sebagai sumber hijauan pakan. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa semakin padatnya penduduk, lahan yang tersedia untuk hiajuan pakan ternak semakin menyempit. Akibatnya didaerah padat penduduk ternak lebih banyak tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah pertaian tersedia secara efektif untuk makanan ternak (Soewardi,1985). Peningkatan pengadaan pakan erat hubungannya dengan keberhasilan peningkatan tanaman pangan, khususnya palawija. Bahkan atmadilaga (1976) mengemukakan, bahwa sekurang-kurangnyan untuk dewasa ini dan untuk pulau jawa, maka maju mundurnya pertanian pun erat hubungannya dengan maju mundurnya peternakan.
Ternak-ternak mempunyai kedudukan yang penting dalam sosial ekonomi masyarakat yang sebagian besar terdiri dari petani (Atmadilaga,1976). Peranan ternak ruminansia potong antara lain : 1) dibutuhkan tenaga kerja, terutama ternak sapi dan kerbau untuk pengolahan lahan pertanian, 2) mempertahankan atau menambah kesuburan tanah 3) memanfaatkan limbah pertanian, 4) sebagai tabungan keluarga dan menambah pendapatan petani, 5) menyediakan lapangan pekerjaan pada saat petani menunggu panen. Bahkan ternak juga mempunyai potensi untuk menyediakan komoditi eksport hasil ternak berupa kulit, tulang dan tanduk.
Di Indonesia kedudukan proporsional dan potensi peternakan dalam  ekosistem pertanian dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain: a) segi tata guna tanah, tanah sebagai sumberpakan ternak yang mempunyai peranan penting bagi kesempatan pembangunan peternakan, b) segi penduduk, erat kaitannya dengan arus pertambahan penduduk yang lebih cepat dari proses pertambahan ternak dan c) tujuan penggunaan ternak, motivasi pemeliharaan ternak lebih bersifat ganda, misalnya sebagai sumber tabungan, membentuk usaha tani (tenaga kerja dan pupuk organik), upacara adat / agama, kegemaran dan tambahan pendapatan.
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
1. Pemanfaatan lahan kering harus memperhatikan praktek konversi tanah seperti “model farm” agar lahan tersebut dapat mendukung tani usaha serta pengembangan peternakan ruminansia.
2. Peternakan ruminansia sebagai bagian integral dari sistem usaha tani terpadu, menghasilkan pupuk kandang (pupuk organik) yang dapat menyuburkan lahan pertanian (usahatani) sehingga produktivitas usaha tani meningkat.
3. Dalam penggunaan lahan kering secara operasional akan lebih berarti kalau peruntukan lahan dikelompokkan sebagai : a) lahan kering tanaman pangan, b) lahan kering tanaman perkebunan, c) padang rumput dan d) lahan hutan.
B. Rekomendasi
1. Dalam pengolahan tanah di lahan kering hendaknya kita mengetahui permasalahan yang ada pada tanah tersebut, sebagai pedoman pengolahan.
2.   Pemberian pupuk berimbang antara pupuk kandang dan pupuk kimia harus diperhatikan.
3. Jenis dan umur ternak yang bebeda akan menghasilkan jumlah pupuk kandang yang berbeda, sehingga pemilihan ternak yang tepat harus diperhitungkan.
4. Pemilihan tempat yang sesuai menjadi salah satu prioritas agar memungkinkan untuk dijadikan sebagai lokasi peternakan dan lahan pertanian.
5. kebijakan pemerintah dapat mendukung kelancaran dalam pengolahan lahan kering.


DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2007. Memahami Pertanian Berkelanjutan. http://petanidesa.wordpress.com/2007/02/03/memahami-pertanian-yang-berkelanjutan/. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Bamualim, A., 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. IPB, Bogor.
Bulu, Y. G. 2006. Rekomendasi Sistem Usaha Tani Ternak Kambing Pada Lahan Kering di Lombok Timur. http://ntb.litbang.deptan.go.id/k_05/8_05.pdf. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan, 1985. Pedoman dan Pemanfaatan Lahan untuk Peternakan. Kerjasama antara Direktorat Jenderal Peternakan dengan PUSDI_PSL,IPB. Bogor.
Drommond, T. J. 2001. Pertanian Berkelanjitan http://www.lablink.or.id/Agro/agr-sust.htm. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Meak, U. B. 2007. Penanganan dan Pengelolaan Lahan Kering di Timor Tengah. http://www.pidraindonesia.org/component/option,com_docman/task,doc_view/gid,8/Itemid,52/lang,en/. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian Lahan Kering Di Indonesia: Potensi, Prospek,Kendala Dan Pengembangannya. Gadjah Mada Press. Jogjakarta.
Atmadilaga, D.1976. Politik Peternakan Indonesia. Biro Penelitian dan Afiliasi,Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Bandung.
Prasetyastuti,T.E.1985.Pendugaan kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Potong Berdasarkan Sumberdaya Lahan di Propinsi Jawa Barat. Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.Bogor
Saleh, H. E. 2004. Rencana Pemanfaatan Lahan Kering Untuk Pengembangan Usaha Peternakan Ruminansia Dan Usaha Tani Terpadu Di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza4.pdf. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.
Saofan, L. 2002. Kendala Pertanian Lahan Kering Masam Daerah Tropika dan Cara Pengelolaannya. http://tumoutou.net/702_05123/laode_safuan.htm. Diakses pada tanggal 17 Februari 2009.

Winar, D. 1978. Peranan Ternak Ruminansia dalam pemanfaatan Sumberdaya Tanah Tinggi, Kasus Kecamatan Sukerejo, Kabupaten Kendal. Thesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.